Jika kita adalah seperti tanaman ini, epigenom kita juga bisa mengalami perubahan spontan yang relatif cepat yang bisa memiliki pengaruh kuat pada sifat biologis kita.
Sebuah kode “tersembunyi” yang terkait dengan DNA tanaman memungkinkan mereka berkembang dan mewariskan ciri biologis baru dengan jauh lebih cepat daripada yang diperkirakan sebelumnya, demikian menurut temuan sebuah studi terobosan oleh para peneliti di Salk Institute for Biological Studies.
Penelitian ini, yang dipublikasikan dalam jurnal Science edisi 16 September, memberi bukti pertama bahwa kode “epigenetik” organisme – sebuah lapisan tambahan instruksi biokimia dalam DNA – dapat berevolusi lebih cepat daripada kode genetik, dan sangat bisa mempengaruhi sifat-sifat biologis.
Sementara penelitian terbatas pada spesies tanaman tunggal yang disebut Arabidopsis thaliana - dalam dunia tanaman, ini setara dengan tikus laboratorium - temuan ini mengisyaratkan bahwa ciri-ciri organisme lain, termasuk manusia, mungkin juga secara dramatis dipengaruhi oleh mekanisme biologis yang baru saja mulai dipahami oleh para ilmuwan ini.
“Studi kami menunjukkan bahwa ini tidak semuanya terletak pada gen,” kata Joseph Ecker, seorang profesor di Plant Molecular and Cellular Biology Laboratory Salk, yang memimpin tim riset. “Kami menemukan bahwa tanaman memiliki kode epigenetik yang lebih fleksibel dan berpengaruh daripada yang kita bayangkan. Jelas terdapat komponen heritabilitas yang tidak kita pahami sepenuhnya. Kita manusia mungkin memiliki mekanisme epigenetik aktif yang sama yang mengontrol karakteristik biologis kita dan diturunkan kepada anak-anak kita.”
Dengan munculnya teknik untuk percepatan pemetaan DNA organisme, para ilmuwan telah menemukan bahwa gen yang tersimpan di dalam kode empat-huruf DNA tidak selalu menentukan bagaimana organisme berkembang dan menanggapi lingkungannya. Semakin banyak para ahli biologi memetakan genom berbagai organisme (seluruh kode genetik mereka), semakin mereka menemukan perbedaan antara apa yang menentukan kode genetik dan bagaimana organisme benar-benar terbentuk dan berfungsi.
Pada kenyataannya, banyak penemuan utama yang memunculkan kesimpulan-kesimpulan seperti ini didasarkan pada studi pada tanaman. Terdapat ciri-ciri seperti bentuk bunga dan pigmentasi pada beberapa tanaman buah yang berada di bawah kendali kode epigenetik. Ciri-ciri tersebut, yang berlawanan dengan prediksi genetika Mendel klasik, juga ditemukan pada mamalia. Dalam beberapa strain tikus, misalnya, kecenderungan untuk obesitas dapat diturunkan dari generasi ke generasi, namun tidak ada perbedaan antara kode genetik tikus gemuk dan tikus kurus yang menjelaskan perbedaan berat badan ini.
Para ilmuwan telah menemukan, bahwa manusia kembar yang identik bahkan menunjukkan sifat biologis yang berbeda, meskipun urutan DNA mereka ada kecocokan. Mereka berteori bahwa kesenjangan yang tak terjawab ini mungkin hasil pekerjaan variasi epigenetik.
“Karena tidak adanya pola-pola kecocokan variasi dan warisan yang semestinya terjadi sesuai dengan urutan genetik, maka jelas terdapat komponen heritabilitas ‘genetik’ yang hilang,” kata Ecker.
Ecker bersama ilmuwan lainnya melacak pola-pola misterius pada penanda-penanda kimiawi yang berfungsi sebagai lapisan kontrol genetik di puncak urutan DNA. Sama seperti mutasi genetik yang bisa muncul secara spontan dan diwariskan oleh generasi berikutnya, mutasi epigenetik pun bisa muncul pada individu-individu dan menyebar ke populasi yang lebih luas.
Meskipun para ilmuwan telah mengidentifikasi sejumlah sifat epigenetik, sangat sedikit yang diketahui tentang seberapa sering sifat ini muncul secara spontan, seberapa cepat mereka bisa menyebar melalui suatu populasi dan seberapa signifikan pengaruh mereka pada perkembangan dan fungsi biologis.
“Persepsi tentang tingkat variasi epigenetik pada tanaman dari generasi ke generasi bisa sangat bervariasi dalam komunitas ilmiah kita,” kata Robert Schmitz, pasca-doktoral di laboratorium Eckers dan penulis utama di atas makalah. “Kami sebenarnya melakukan percobaan, dan menemukan bahwa secara keseluruhan ada perubahan yang sangat kecil di antara tiap-tiap generasi, tapi epimutasi spontan memang ada di dalam populasi dan muncul pada tingkat yang jauh lebih tinggi daripada tingkat mutasi DNA, dan pada waktunya mereka memiliki pengaruh yang kuat pada bagaimana gen-gen tertentu diekspresikan.”
Dalam studi mereka, para peneliti Salk dan para kolaborator dari Scripps Research Institute memetakan epigenom populasi tanaman Arabidopsis kemudian mengobservasi bagaimana lanskap biokimiawi ini berubah setelah 30 generasi. Pemetaan ini terdiri dari rekaman keadaan dari seluruh lokasi pada molekul DNA yang bisa menjalani modifikasi kimiawi yang dikenal sebagai metilasi, perubahan epigenetik utama yang bisa mengubah bagaimana gen tertentu diekspresikan. Mereka kemudian melihat bagaimana keadaan-keadaan metilasi dari situs ini berevolusi dari generasi ke generasi.
Semua tanaman dikloning dari nenek moyang tunggal, sehingga urutan DNA mereka pada dasarnya identik secara lintas generasi. Jadi setiap perubahan pada bagaimana tanaman mengekspresikan sifat genetik tertentu mungkin akibat dari perubahan spontan dalam kode epigenetik mereka – variasi dalam metilasi situs-situs DNA – bukan hasil dari variasi dalam urutan DNA yang mendasarinya.
“Anda tidak bisa melakukan studi semacam ini pada manusia, karena DNA kita telah terkocok dalam setiap generasi,” kata Ecker. “Tidak seperti manusia, beberapa tanaman mudah dikloning, sehingga kami bisa melihat tanda alam epigenetik tanpa terganggu kebisingan genetik.”
Para peneliti menemukan bahwa sebanyak beberapa ribu situs metilasi pada DNA tanaman telah berubah dalam setiap generasinya. Meskipun ini hanyalah sebagian kecil dari enam juta situs berpotensi metilasi yang diperkirakan ada pada DNA Arabidopsis, ini memperkerdil tingkat perubahan spontan yang terlihat pada level urutan DNA sebanyak lima kali lipat.
Hal ini menunjukkan bahwa kode epigenetik tanaman – dan organisme lainnya, dengan ekstensi – adalah jauh lebih bersifat cairan daripada kode genetik mereka.
Bahkan yang lebih mengejutkan adalah sejauh mana beberapa perubahan ini mengaktifkan atau menonaktifkan gen. Sejumlah gen tanaman yang mengalami perubahan terwariskan dalam metilasi juga mengalami perubahan substansial dalam ekspresi mereka – proses di mana gen mengontrol fungsi selular melalui produksi protein.
Ini artinya tidak hanya epigenome tanaman yang berubah secara cepat meskipun adanya tekanan lingkungan yang kuat, namun perubahan ini juga bisa memiliki pengaruh yang kuat terhadap bentuk dan fungsi tanaman.
Ecker mengatakan bahwa hasil penelitian ini memberikan beberapa bukti pertama bahwa kode epigenetik dapat ditulis ulang dengan cepat dan berefek dramatis. “Artinya, gen bukanlah takdir,” katanya. “Jika kita adalah seperti tanaman ini, epigenom kita juga bisa mengalami perubahan spontan yang relatif cepat yang bisa memiliki pengaruh kuat pada sifat biologis kita.”
Sekarang mereka telah menunjukkan sejauh mana mutasi epigenetik spontan terjadi, para peneliti Salk berencana mengungkap mekanisme biokimiawi yang memungkinkan perubahan-perubahan ini muncul dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Mereka juga berharap untuk menjelajahi bagaimana kondisi lingkungan yang berbeda, seperti perbedaan suhu, mungkin mendorong pula perubahan epigenetik pada tanaman, atau, sebaliknya, apakah sifat-sifat epigenetik menyediakan lebih banyak fleksibilitas bagi tanaman dalam menghadapi perubahan lingkungan.
0 komentar:
Posting Komentar